Palembang, Briliannews.com — Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang menggelar sidang Pra Peradilan yang diajukan anggota DPRD kota Palembang Dedi Sipriyanto tersangka dugaan korupsi PMI Kota Palembang Kamis (26/6/2025).
Sidang berlangsung di ruang Garuda yang dipimpin hakim tunggal Raden Zainal SH MH yang dihadiri pihak termohon Kejaksaan Negeri Palembang.
Pemohon Dedi Sipriyanto melalui kuasa hukumnya M Janissahri SH membacakan permohonan pra peradilan.
Ditemui usai persidangan Kuasa Hukum Pemohon Dedi Sipriyanto, M Janissahri SH menegaskan penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Pidsus Kejari Palembang terhadap kliennya Dedi Sipriyanto tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup berdasarkan pasal 184 KUHAP. Untuk itu, penyidik Kejari Palembang untuk menghentikan proses penyidikan.
“Hal tersebut berdasarkan putusan MK nomor 130/PU/XIII/2015 yang mencantumkan prasa wajib dalam kalimat penyidik wajib menyerahkan SPDP kepada tersangka dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan, seharusnya tidak dimaknai oleh termohon karena akibat hukum apabila SPDP tidak diserahkan kepada tersangka dalam waktu paling lambat tujuh hari maka penyidikan tersebut cacat prosedur dan melanggar hukum serta berakibat pula tidak sahnya penahanan atas diri pemohon,” ujarnya.
Pemohon ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon tanpa didukung dengan dua alat bukti yang sah.
“Bahwa pada tanggal 8 April 2025 pukul 22.00 WIB, pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka oleh termohon dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Bahwa termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi melanggar pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 junto UU nomor 20 tahun 2021 tentang pidana korupsi hanya berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa sebelumnya,” katanya.
Sehingga, lanjutnya berdasarkan keterangan saksi-saksi tersebut muncul asumsi seolah pemohon telah melakukan tindak pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
“Sedangkan keterangan saksi-saksi saja tidak cukup untuk menjadi dasar penetapan pemohon sebagai tersangka tanpa adanya bukti kerugian negara yang telah nyata dan pasti jumlahnya,” paparnya.
Kemudian pada tanggal yang sama yaitu 8 April 2025 pada pukul 22.00 WIB, termohon melakukan konperensi pers yang memberitakan telah menetapkan pemohon sebagai tersangka.
“Sedangkan pada saat itu termohon belum menemukan kerugian negara yang nyata dan pasti nilai kerugian negaranya, oleh kerananya termohon sama sekali tidak dapat menyampaikan atau menjelaskan berapa kerugian negara dengan dalih masih dalam perhitungan nilai kerugian oleh BPK,” jelasnya.
Ia menduga penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon masih sangat prematur dan terkesan dipaksakan.
“Bahkan secara tegas kami nyatakan termohon diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menjalankan tugasnya secara sewenang-wenang tanpa berpedoman pada peraturan perundang-undangan,”terangnya.
Bahwa berdasarkan sistem hukum pidana Indonesia menuntut agar setiap proses penegakkan hukum, termasuk penetapan tersangka harus dilakukan berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku.
“Penetapan seseorang sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana termasuk tindak pidana korupsi harus berdasarkan alat bukti yang sah dan cukup sebagaimana diatur dalam kitab undang undang hukum acara pidana (KUHAP),” tandasnya.(Leo)