Palembang, Briliannews.com — Penguasaan dan jual beli ilegal atas lahan seluas 719 hektar di kawasan Lanud Sri Mulyono Herlambang (SMH) Palembang. Meski lahan ini telah tercatat sebagai aset negara sejak 1950 dan memiliki kekuatan hukum yang sah, faktanya sebagian area tersebut bahkan diperjualbelikan secara bebas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Situasi ini memperlihatkan persoalan klasik dalam pengelolaan lahan strategis milik negara. Dalam catatan resmi, lahan tersebut berada di bawah penguasaan TNI Angkatan Udara dengan Nomor Inventaris 50509001 KSAP tahun 1950, diperkuat melalui dasar Peta PU Sumsel Nomor 593/0004747/1 tertanggal 18 September 1996, serta surat Wali Kota Palembang Nomor 590/002068/1 b tertanggal 7 Oktober 1996.
Secara legal, status kepemilikannya tak terbantahkan: itu adalah tanah milik negara. Dari dasar tersebut diatas, dapat dilihat juga dari plang-plang peringatan batas aset milik negara di wilayah Lanud SMH dan juga beberapa informasi dari sejumlah warga, bahwa tanah seluas 719 hektar tersebut memang aset milik negara yang terletak dikawasan Lanud SMH.
Meski demikian, persoalan menjadi rumit karena sebagian masyarakat telah membeli dari oknum tertentu tanpa melakukan pengecekan terlebih dahulu status tanah tersebut kepada instansi BPN Kota Palembang.
Di sinilah konflik muncul antara hak negara atas asetnya yang diakibatkan oleh ulah oknum yang telah memperjualbelikan aset negara tersebut untuk kepentingan pribadinya walaupun telah dipasang plang Tanah Ini Milik Negara Dilarang Menjual Belikan.
Sebaiknya, warga yang sudah terlanjur membeli untuk melakukan pengecekan lahannya ke Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang. Warga yang sudah terlanjur membeli lahan di kawasan tersebut diminta untuk melapor dan memverifikasi status kepemilikan.
Jika terbukti bahwa lahan tersebut adalah milik negara dalam hal ini Lanud SMH, maka secara otomatis akan diblokir oleh sistem BPN untuk mencegah peredaran ilegal lebih lanjut.
Perlu digarisbawahi bahwa pihak negara tidak tinggal diam. Langkah pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat terus dilakukan agar warga tidak membeli lahan dari oknum yang memperjualbelikan aset negara.
Namun dalam praktiknya, penyelesaian semacam ini tidak cukup jika tidak dibarengi dengan tindakan hukum terhadap para pelaku, serta solusi jangka panjang bagi warga yang terdampak.
Editorial ini tidak hendak menyalahkan satu pihak semata. Yang dibutuhkan saat ini adalah pendekatan lintas sektor melibatkan unsur pertahanan, pertanahan, pemerintahan daerah, hingga masyarakat sipil untuk menyelesaikan persoalan ini secara adil dan beradab.
Negara harus tegas dalam melindungi asetnya, namun juga bijak dalam menangani masyarakat yang sudah terlanjur membeli dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Untuk itu warga yang mendapatkan informasi tentang tawaran jual beli tanah di wilayah bandara agar terlebih dahulu konfirmasikan ke intansi terkait dalam hal ini BPN Kota Palembang tentang ke apsahan tanah tersebut agar warga masyarakat yang membeli kedepan tidak terjadi masalah tentang kepemilikannya nanti.(Leo)